Tuesday, October 18, 2011
Special Football
Life is not only about winning yourself. It’s also about winning others.
Pemain yang bertubuh kekar, pelindung tubuh yang banyak, permainan yang kasar dan agak berbahaya. Inilah yang akan terbayang di dalam pikiran kita saat membicarakan tentang American Football. Olah raga (Malaysia: sukan) ini memang unik. Salah satu tim akan saling melemparkan bola di antara pemainnya dan berusaha membawa bola itu ke tempat lawan. Sementara para pemain dari tim lawan akan berusaha menghalanginya. Dalam permainan ini mereka boleh mendorong, membanting lawan yang sedang membawa bola hingga jatuh, serta boleh menindih lawan yang sudah jatuh secara bersama-sama sehingga ia tidak boleh bergerak lagi.
Sebaiknya Anda memiliki badan yang cukup kuat serta lari yang cukup cepat jika ingin menyertai permainan ini. Lari yang cepat diperlukan untuk menghindari serangan lawan dan untuk bergerak ke garis sasaran. Tubuh yang kuat juga diperlukan … agar badan tidak remuk saat dijatuhkan dan ditindih oleh banyak pemain lawan.
Ketangguhan fisik dan kecepatan gerak tentunya menjadi syarat penting untuk menjadi seorang pemain American Football. Tapi tidak demikian halnya dengan Ike Ditzenberger. Ia merupakan seorang pemain football junior pada Snohomish High School … dan ia seorang penderita down syndrome.
Down syndrome merupakan penyakit genetik yang menyebabkan penderitanya mengalami problem fisik dan mental. Penderita penyakit ini dapat dilihat dari wajah mereka yang berbeda dengan orang-orang pada umumnya. Tubuh mereka biasanya lebih pendek dari kebanyakan orang. Mereka juga lebih lambat dalam belajar, cenderung berperilaku impulsif (mengikuti kata hati tanpa mempertimbangkan akibatnya), dan tidak dapat fokus pada sesuatu untuk waktu yang lama.
Ike Ditzenberger juga seperti penderita down syndrome pada umumnya. Tapi saat menyaksikan abangnya bermain football, ia terkesan dan ingin menjadi pemain football seperti abangnya. Entah apa yang menjadi pertimbangan pelatih, ia kemudian diterima menjadi salah satu pemain pada tim Panthers, tim football pada Snohomish High School. Ditzenberger berlatih football dengan sungguh-sungguh dan sang pelatih mengajarinya sebuah teknik khusus.
Saya tidak tahu apakah Ditzenberger pernah diturunkan dalam pertandingan yang sebenarnya atau tidak, mengingat tingginya yang kurang dari dua pertiga rata-rata tinggi pemain football junior serta gerakannya yang jauh lebih lambat. Tapi pada suatu pertandingan di bulan September 2010, tim Panthers mengalami kekalahan telak saat menghadapi Vikings, tim dari sekolah lain yang merupakan musuh bebuyutan mereka. Pada akhir pertandingan, Vikings sudah menang dengan skor (score) 35-0 dan waktu yang tersisa hanya 10 detik saja.
Pada saat itu, pelatih Panthers, Mark Perry, membuat permintaan khusus kepada pelatih tim Vikings. Ia hendak menurunkan Ike Ditzenberger pada sisa permainan itu dan ia meminta agar tim Vikings membiarkannya membawa bola untuk beberapa saat lamanya. Ia juga meminta Vikings untuk tidak mendorong dan menjatuhkan Ditzenberger terlalu keras. Perry memang telah melatih Ditzenberger dan teman-teman timnya dengan satu gerakan yang ia namakan Ike Special. Bagaimanapun, Perry tidak berharap Ike Ditzenberger akan mencapai garis lawan dan melakukan touchdown. Pelatih Vikings menerima permintaan ini dan menginstruksikan hal itu kepada timnya.
Apa yang terjadi kemudian adalah sesuatu yang sangat menyentuh emosi banyak orang. Ike Ditzenberger menerima bola, membawanya dengan gerakannya yang khas, berlari zigzag ke sebelah kiri lapangan kemudian kembali ke tengah dan terus menuju ke garis musuh. Kawan-kawan timnya melindunginya dari serangan lawan. Tim lawan berusaha mengejar dan menerjangnya. Lebih tepatnya, mereka berpura-pura mengejarnya. Ike terus berlari membawa bola dan ia akhirnya berhasil mencapai garis sasaran dan melakukan touchdown.
Semua orang bersorak. Semua yang melihat kejadian itu tersentuh dengan apa yang baru saja berlaku. Ike Ditzenberger dan kawan-kawannya menari dan merayakan keberhasilan itu. Apa yang seharusnya menjadi kemenangan satu tim, kini menjadi kemenangan kedua tim, bahkan kemenangan semua orang yang ikut menyaksikannya. Ketika mencapai skor 35-0, tim Vikings telah menang secara mutlak. Dan ketika mereka merelakan lawannya yang spesial, Ike Ditzenberger, membuat skor penutup, Vikings membuat permainan itu menjadi sesuatu yang sempurna. Kesempurnaan itu justru diraih dengan sikap melepaskan dan merelakan kemenangan itu untuk ikut dirasakan oleh orang lain. (Diceritakan kembali dari sumber berikut: http://cnews.canoe.ca/CNEWS/Good_News/2010/10/12/pf-15666626.html)
Meraih kemenangan dalam hidup ini memang penting. Tapi membantu orang-orang lainnya untuk turut merasakan kemenangan dan kesuksesan merupakan hal yang lebih penting dan lebih istimewa.
Alwi Alatas
Kuala Lumpur
21 Dzulqaidah 1432/ 19 Oktober 2011
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment