Membeli Semangat
Suatu hari saya berkunjung ke rumah seorang kawan yang tengah menyelesaikan studi doktoralnya di Malaysia, Ustadz Ali al-Hamid. Beliau sedang pulang sebentar ke Jakarta untuk suatu keperluan. Di rumahnya, saya juga berbincang-bincang dengan ayahnya, ammi Abu Bakar al-Hamid.
Ketika kami tengah berbincang, tiba-tiba lewat seorang tukang bubur di depan rumah. Ammi Abu Bakar memanggil tukang bubur itu dan menawari kami semua untuk makan bubur, tapi rupanya tak seorang pun yang sedang berminat makan bubur pagi itu. Jadi beliau akhirnya membeli satu piring saja untuk dirinya sendiri.
Ketika beliau membawa masuk sepiring bubur itu dan hendak memakannya, beliau berkata, ”Sebenarnya, saya tidak ingin makan bubur. Saya membelinya semata-mata untuk mendukung usaha tukang bubur itu. Buat saya ini lebih baik daripada memberi sedekah.”
Lalu sambil makan bubur beliau bercerita, ”Saya selalu berusaha untuk membeli barang dagangan (orang-orang kecil) semampu saya untuk mendukung usaha mereka. Bisa kamu bayangkan betapa bahagia dan bersemangatnya seorang pedagang ketika barang dagangannya dibeli.
”Dulu saya pernah pergi naik bus dari Jakarta ke Surabaya. Di banyak tempat bus itu berhenti dan banyak pedagang naik untuk menjual beraneka macam barang yang harganya sangat murah. Saya selalu membeli barang-barang dagangan mereka, tapi tidak pernah menyimpannya. Barang-barang itu saya berikan ke orang lain setelah saya beli.
“Lama kelamaan orang yang duduk di sebelah saya bertanya mengapa saya melakukan hal semacam itu, yaitu membeli barang-barang tapi kemudian malah memberikannya kepada orang lain.”
“Maka saya jawab, ‘Sebenarnya saya bukannya membeli barang. Saya membeli semangat. Saya membeli semangat dagang mereka.’”
Jakarta, 16/01/09 (22.40)
Alwi Alatas
1 comment:
Ada hal-hal yang tidak bisa diukur dari keberadaan materi
Post a Comment