Thursday, May 2, 2013

Mencari nikmat yang hilang

بِسمِ اللَّهِ الرَّحمٰنِ الرَّحيمِ

Secara bahasa, ni’mah bermakna kemudahan, kehidupan yang baik, kemakmuran, kenyamanan, kebahagiaan, anugerah, dan kesenangan. Kata-kata yang asalnya dari bahasa Arab ini sudah diserap dalam bahasa Indonesia/ Melayu menjadi kata nikmat yang maknanya pun kurang lebih sama.

Nikmat merupakan hal yang kita sukai dan kita harapkan. Tidak ada orang yang membenci nikmat dan mengharapkan sesuatu yang berlawanan darinya, yaitu musibah. Kekayaan itu nikmat dan kebanyakan manusia menyukainya. Terhindar dari musibah itu nikmat, dan kita menyukainya. Tercapainya cita-cita itu nikmat, dan kita mengharapkannya.

Kita menyukai nikmat dan berusaha untuk mendapatkannya. Namun, dalam usaha untuk meraihnya, kita sering melakukan dua kesalahan. Dua kesalahan ini menyebabkan kita justru menjadi semakin jauh dari nikmat. Apa saja kesalahan itu:

1. Menangisi yang tiada sambil melupakan yang ada

Yang tiada ini ada dua bentuknya. Ia bisa dalam bentuk nikmat yang diharapkan tetapi belum berhasil didapatkan. Yang kedua, ia bisa juga dalam bentuk nikmat yang sudah ada tetapi kemudian hilang dan lepas dari tangan kita.

Kedua hal inilah yang sering ditangisi manusia dan membuat mereka merasa putus asa. Ketika keinginannya tidak tercapai, ia merasa kesal dan kecewa. Ketika ada miliknya yang hilang, ia pun marah dan putus asa.

Sebetulnya tidak ada masalah dengan cita-cita dan keinginan, selama tidak berlebihan. Tidak masalah juga merasa sedih ketika kehilangan sesuatu, asalkan tidak sampai berputus asa atau melakukan hal-hal yang dilarang agama. Yang menjadi masalah adalah ketika kita terlalu sibuk memikirkan hal yang hilang atau yang belum berhasil didapat, dan pada saat yang sama melupakan apa-apa yang sudah dimiliki.

Keinginan yang belum berhasil diraih mungkin banyak, tetapi nikmat yang sudah ada di tangan sebenarnya jauh lebih banyak. Barang yang hilang mungkin cukup besar, tetapi nikmat yang tidak hilang dan masih bersama kita sebenarnya jauh lebih besar. Kalau begitu mengapa sibuk dengan yang tidak ada dan melupakan yang ada? Mengapa sedih berlebihan terhadap yang tiada dan lupa dengan apa yang ada?

Ini seperti seorang yang duduk termenung dalam kesedihan untuk waktu yang lama. Kemudian ia ditanya, “Apa yang menyebabkanmu sedih?”

“Saya baru saja kehilangan uang Rp. 10 juta,” jawabnya.

“Mudah-mudahan Allah mengganti yang hilang dan menghapuskan kesedihanmu,” kata orang yang bertanya. “Apakah semua uangmu hilang?” ia bertanya lagi.

“Tak juga,” jawab orang itu. “Saya masih memiliki Rp. 50 juta dalam tabungan saya”

“Kalau begitu mengapa sedih berlama-lama? Jangan hanya mengingat-ingat yang hilang, musibah sudah berlalu. Lihatlah yang masih ada. Nikmat yang ada itu masih banyak.”

Benarlah nasihat ini. Jangan hanya melihat yang hilang atau yang belum tercapai. Lihat jugalah nikmat-nikmat yang ada di tangan kita. Terlalu memikirkan yang tidak ada hanya akan menyebabkan kita semakin banyak kehilangan nikmat. Ya, nikmat yang masih ada pun akhirnya ‘hilang’ juga, tenggelam dalam lamunan kesedihan kita yang berpanjangan. Maka jangan biarkan nikmat yang ada itu ‘hilang’. Sadari keberadaannya dan raihlah manfaat darinya.



2. Mengejar nikmat, tapi lupa bersyukur

Keseharian manusia selalu penuh dengan aktivitas mengejar nikmat. Ia bangun di pagi hari untuk menyambut nikmat kehidupan. Ia mandi untuk mendapatkan nikmat kebersihan dan kesegaran tubuh. Ia makan dan minum untuk mendapatkan nikmat kesehatan dan terhindar dari rasa lapar. Ia pergi ke sekolah untuk menuntut ilmu yang merupakan satu nikmat yang besar. Atau ia pergi bekerja untuk mendapatkan nikmat harta. Dan masih banyak lagi, terlalu banyak untuk disebutkan semuanya.

Berbagai aktivitas itu serta outputnya adalah nikmat. Namun sayangnya semua itu sering berlalu begitu saja. Ia tidak melihatnya atau merasakannya sebagai nikmat. Sebaliknya, yang ada di pikirannya adalah keinginan untuk mengejar nikmat-nikmat yang belum ada.

Ia bekerja keras, menghabiskan waktu seharian, kadang-kadang terpaksa melakukan hal yang tidak baik bahkan haram, semua itu ia lakukan untuk apa? Untuk mendapatkan lebih banyak nikmat.

Orang-orang sibuk mengejar nikmat, tetapi pada saat yang sama tidak sedikit juga yang lupa untuk bersyukur. Mereka lupa mensyukuri yang ada. Padahal syukur ini memberi jaminan bagi datangnya lebih banyak nikmat. Ini telah disebutkan di dalam al-Qur’an:

Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan. "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni'mat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (ni'mat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". (QS 14: 7)

Syukur inilah yang menjamin datangnya nikmat. Sementara sikap yang sebaliknya justru akan mendatangkan azab.
Kejarlah nikmat, tapi jangan lupa bersyukur. Jangan sibuk saja mengejar berbagai keinginan, padahal yang sudah ada pun belum disyukuri. Kalau kita lupa bersyukur, boleh jadi apa yang kita kejar itu tidak pernah kita capai, malah yang sudah ada pun menjadi lenyap. Atau mungkin juga kita berhasil menambah dan mengumpulkan nikmat, tetapi di balik nikmat itu menunggu azab yang besar yang akan melumatkan kita. Naudzubillah mindzalik.

Alwi Alatas

Kuala Lumpur,
23 Jumadil Akhir 1434/ 3 Mei 2013

No comments: