“Coba lihat itu,” saya berkata pada istri yang duduk di sebelah. Kami ketika itu sedang menunggu dipanggilnya nomor giliran di sebuah money changer yang cukup besar. Saya menunjuk ke arah dua orang perempuan, yang satu berusia sekitar 40 tahun, dan satunya lagi yang tampaknya adalah ibunya berusia lebih dari 60 tahun. Keduanya sedang berdiri menukar uang di depan pegawai money changer.
“Ada apa?” istri saya belum faham.
“Ibu yang tua itu jalannya sudah tertatih-tatih sehingga perlu dituntun oleh anaknya,” saya menerangkan.
Istri saya memperhatikan kedua perempuan itu. Tak lama kemudian, keduanya berjalan menuju ke deretan kursi untuk menunggu panggilan berikutnya. Perempuan yang tua berjalan dengan dibimbing oleh perempuan yang lebih muda. Ia berjalan dengan susah payah. Kakinya sulit digerakkan, sehingga jalannya sangat lambat. Kaca mata perempuan tua itu juga sangat tebal, mungkin ia sudah tidak bisa melihat dengan jelas.
“Betul juga,” kata istri saya saat melihat keduanya berjalan.
“Perempuan ini sudah tua, tapi dia masih saja sibuk mengurusi dunia,” ujar saya lagi kepada istri. “Bukankah lebih baik kalau dia menyibukkan diri untuk akhiratnya, terutama pada umurnya sekarang ini?”
Namun perempuan itu tampaknya keturunan Cina dan mungkin bukan Muslim. Cara berpikirnya tentu berbeda dengan cara berpikir kami.
“Tapi pada sisi lain, mungkin ada baiknya dia tetap melakukan aktivitas seperti ini,” kata saya lagi kepada istri. “Bukankah orang tua yang tidak banyak aktivitas dan tidak banyak bergerak akan cepat menjadi pikun.”
“Itu pun benar juga,” kata istri saya. “Orang tua perlu tetap beraktivitas agar jiwa dan pikirannya tetap sehat.”
Saya kemudian bebisik kepada istri saya sambil tersenyum, “Kalau begitu, kalau Allah anugerahkan kita umur panjang, kita akan tetap beraktivitas walaupun sudah berusia tua. Kita akan pergi ke bank dan money changer. Kita terus jalankan bisnis dan berinvestasi. Tapi kita melakukan itu semua sambil berzikir … subhanallah walhamdulillah wala ilaha illallah wallahu akbar ….”
Istri saya tersenyum membayangkan hal itu.
Tentu saja kami tak tahu apakah akan melakukan semua itu pada usia tua atau tidak. Macam pengusaha hebat saja. Tapi itu tidak penting. Yang penting adalah dalam setiap aktivitas yang dilakukan jangan sampai lupa pada Allah.
Tetap menjalankan urusan duniawi yang halal hingga ke usia tua tidak masalah, tapi jangan lupakan kematian yang semakin dekat. Niatkan aktivitas duniawi itu untuk kepentingan akhirat, dan selalu basahi lisan berzikir mengingat-Nya. Dengan begitu, mudah-mudahan akhir perbuatan dan ucapan kita adalah sesuatu yang dicintai oleh-Nya, bukan yang dibenci-Nya.
Kita juga harus selalu ingat bahwa saat kita meninggal dunia, kita akan memasuki sebuah negeri yang baru, yaitu negeri akhirat. Di sana kita memerlukan ‘mata uang’ yang berbeda dengan yang ada di dunia. Orang yang hendak pergi ke negeri lain, perlu datang ke money changer untuk menukar uangnya dengan mata uang yang bisa diterima di negeri yang akan didatanginya. Seorang yang akan pergi ke negeri akhirat (kita semua akan pergi ke sana) juga perlu menukar terlebih dahulu apa yang dimilikinya di dunia dengan hal-hal yang dapat diterima di negeri yang baru itu.
Negeri akhirat tidak mengenal dollar, ringgit, ataupun rupiah, yang dikenalnya adalah buah dari amal soleh dan sedekah yang ikhlas karena-Nya. Negeri itu tak mengenal berbagai harta benda yang kita miliki sekarang, yang dikenalnya hanyalah hasil dari ketulusan menyembah-Nya. Negeri itu tak mengenal wajah yang tampan, fisik yang kuat, maupun ramainya kawan-kawan yang hebat, yang dikenalnya hanyalah lisan yang jujur dan banyak berzikir, sifat kasih sayang dan tolong menolong karena-Nya, serta hati dan jiwa yang bersih.
Negeri akhirat itulah negeri kita yang sebenarnya, bukan negeri yang sekarang ini. Kita akan pergi dan menetap seterusnya di sana. Masalahnya, kita tidak tahu kapan ‘flight’ kita akan berangkat ke sana. Mungkin beberapa puluh tahun lagi, tapi mungkin juga esok pagi. Maka tukarkan ‘uang’ yang kita miliki di dunia ini sebanyak-banyaknya untuk menyiapkan diri menuju ke negeri akhirat. Pergilah ke ‘money changer’. Kalau kita menemukan ada orang yang memerlukan pertolongan, maka itulah money changer-nya. Kalau kita memiliki waktu luang untuk beribadah, maka itulah money changer-nya. Setiap tempat dan bumi yang kita ada di atasnya atau sedang kita lalui, maka itu pun bisa menjadi money changer. Pada semua money changer itu, kita tukar harta duniawi serta berbagai aktivitas kita dengan keridhaan-Nya. Nilai tukarnya tidak akan pernah jatuh, selama keikhlasan tetap terjaga. Dengan begitu, kelak kita akan memasuki negeri akhirat dengan ‘uang’ yang mencukupi insya Allah.
Akhirnya, jangan menunggu sampai menjadi tua seperti si perempuan tua untuk pergi ke ‘money changer’. Ia berjalan dengan susah payah dan mesti dibantu orang lain. Bersiaplah sekarang juga, ‘flight’ kita mungkin akan lepas landas sebentar lagi. Wallahu a’lam.
Syed Alwi Alatas
Jakarta, 26 September 2013
No comments:
Post a Comment