Sunday, September 22, 2013

Akhirnya ... bukan awalnya

Belum lama ini saya berjumpa dengan seorang kawan lama, sebut sahaja namanya Adi. Ia mengajak saya pergi dengan mengendarai mobilnya ke beberapa tempat di Jakarta, sambil berbincang tentang banyak hal. Kemudian kami berhenti di sebuah tempat untuk makan nasi goreng rawit.

Saat makan, ia sempat bercerita tentang dialog seorang anak dengan ayahnya. Si anak mengeluh tentang keadaan yang dihadapinya, bahwa ia berasal dari keluarga yang kurang mampu. Ia merasa tak bisa menjadi orang yang sukses dengan keadaannya itu. Ia merasa iri dengan pemuda-pemuda lain yang berasal dari keluarga kaya dan memiliki banyak hal dan kemudahan untuk sukses dalam hidup.

Ayahnya kemudian menasihati anak ini dengan sebuah kalimat, "It doesn't matter where you start. It's matter where you end."

Ini adalah sebuah kisah dan pelajaran yang sangat berharga. Kata-kata nasihat itu singkat saja, tetapi sangat dalam. Apa yang dikatakannya sangat tepat. Tidak penting di mana kamu memulai. Yang penting di mana kamu berakhir. Ramai orang yang sudah membuktikan ini. Awalnya tidak menentukan akhirnya. Orang yang awal hidupnya susah, tidak mesti akhir hidupnya juga susah. Orang yang awal hidupnya bahagia, belum tentu akhirnya juga bahagia. Ada beberapa kisah dalam buku Kalau Bisa Mudah, Mengapa Dibuat Susah? yang membuktikan kebenaran ini.


Kawan saya menyebutkan kisah itu berkenaan dengan usaha manusia dalam kehidupan di dunia. Namun, tiba-tiba saya berpikir bahwa kata-kata itu juga sebenarnya berkenaan dengan kematian. Bahkan hubungannya dengan kematian lebih penting lagi. "It doesn't matter where you start. It's matter where you end." Tidak penting di mana kamu memulai. Kita mungkin memulai kehidupan ini di keluarga miskin atau kaya. Kita mungkin memulainya di keluarga Muslim atau bukan Muslim. Kita mungkin memulainya dalam keadaan sehat atau cacat. Kita mungkin memulainya dalam keadaan bahagia atau menderita. Kita tidak memiliki kuasa atas bagian awalnya. Kita menerima takdir itu sepenuhnya. Ia bukan untuk dikeluhkan. Mengapa begitu? Karena tidak penting di mana kita memulai. Yang penting adalah di mana kita berakhir. Dan awal hidup ini tidak menentukan akhirnya. Banyak yang awal hidupnya baik, tetapi akhir hidupnya buruk, sebagaimana banyak pula orang yang awal hidupnya buruk tetapi akhirnya baik.

Awal hidup manusia ada dua saja, boleh jadi ia baik, boleh jadi ia buruk. Tapi itu tak penting. Akhir hidup manusia juga hanya dua, boleh jadi ia husnul khatimah, boleh jadi su'ul khatimah. Dan ini yang paling penting, kerana hal ini yang menjadi hasil akhirnya.

Jadi yang paling penting adalah akhirnya. Kita bertanggung jawab atas akhirnya. Dan akhir kehidupan ini adalah kematian. It's really matter how we end our life. Sehebat apa pun bagian awal dan perjalanan hidup kita, tapi jika akhirnya buruk (su'ul khatimah), maka sia-sialah semuanya.

Apa yang sudah kita lakukan untuk menghadapi akhir yang sangat penting ini? Mudah-mudahan akhir hidup kita ditutup dengan ucapan syahadat dan karenanya kita mendapat husnul khatimah. Sebagaimana yang disebutkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah:

Rasulullah saw. bersabda, “Sesiapa yang akhir perkataannya adalah lailahaillallah, pasti dia masuk syurga.” (Riwayat al-Hakim dengan sanad hasan)

No comments: