Bukannya mudah untuk tidak mengeluh saat mendapatkan musibah atau ujian dalam hidup. Lebih susah lagi untuk tersenyum dan bersyukur. Bagaimana kita akan tersenyum dan bersyukur, sementara kita sedang merasakan kesusahan?
Anggaplah misalnya kita gagal dalam tes di kampus. Itu adalah musibah yang cukup berat. Bagaimana kita akan tersenyum? Atau kita mengalami kecelakaan (accident) yang menyebabkan kaki dan tangan kita patah. Kita tak dapat menggunakan tangan dan kaki seperti biasanya selepas kejadian itu. Itu merupakan ujian yang sangat berat. Bagaimana caranya kita bersyukur dalam keadaan seperti itu?
Bagaimana jika kita bangun pada pagi hari dan tiba-tiba mata kita tak dapat melihat lagi. Kita menjadi buta selamanya. Apa yang akan kita lakukan? Untuk dapat bersabar saja rasanya sudah hebat. Tapi tersenyum dan bersyukur? Mungkinkah hal ini dilakukan?
Hal ini memang tidak mustahil untuk dilakukan, tetapi tentu sangat berat. Menuliskan dan menceritakannya jauh lebih mudah. Tapi kalau kita benar-benar mengalaminya, belum tentu kita mampu melakukan. Namun kalau kita dapat melakukannya, tentu indah sekali. Dapat musibah, lantas bersyukur. Dapat masalah, justru tersenyum dan bersyukur. Bahagianya orang yang dapat melakukan hal seperti ini.
Tapi dari mana jalannya hal ini dapat dilakukan? Apa rahasianya seorang yang mendapat kesusahan mampu bersyukur? Di bawah ini ada jawabannya.
Kapan seseorang itu bersyukur? Tentunya ketika mendapatkan nikmat dan karunia. Setiap kali merasakan nikmat, orang yang baik dan faham tentu akan bersyukur. Begitu juga halnya ketika mendapatkan musibah. Kalau ia dapat melihat adanya karunia di balik musibah, tentu ia akan bersyukur juga. Ia mendapat musibah, tetapi pada musibah itu ia melihat hal yang positif, mestilah ia akan bersyukur.
Anggaplah misalnya saat sedang berjalan ada yang menimpuk anda dengan sebuah batu sehingga kepala anda berdarah. Ini adalah musibah dan rasanya sangat menyakitkan. Ia sakit luar dan dalam. Sakit di luar karena kepala terluka; sakit di dalam (sakit hati) karena kesal dengan perbuatan orang yang tak bertanggung jawab. Tapi kemudian anda menginjak batu itu dan batu itu pecah. Ternyata di dalam batu itu ada emas. Sekarang apakah anda masih marah-marah? Atau anda justru tersenyum dan bersyukur? Mungkin setelah itu anda justru berharap akan ada lagi batu-batu yang dilemparkan ke kepala anda.
Memang hampir mustahil kita akan mengalami kejadian seperti ini dalam hidup kita: ditimpuk batu dan ternyata di dalam batu itu ada emas. Ini hanya kiasan saja. Bagaimanapun percayalah, semua “batu” yang menimpa kita dalam hidup ini, sebenarnya di dalamnya terkandung “emas”. Hanya saja masalahnya, apakah kita mau memperhatikan dan menghargai “emas” itu atau tidak. Sayangnya, banyak manusia yang tidak mau melihatnya. Pandangan mereka hanya tertuju pada batu. Sehingga akhirnya mereka gagal melihat kebaikan di sebaliknya dan karenanya gagal bersyukur.
Maka mulai sekarang, berhentilah mengutuki batu. Berprasangka baiklah dan carilah sisi positifnya. Insya Allah kita akan menemukan emas di sebalik batu.
Alwi Alatas
Kuala Lumpur
10 Jumadil Awwal 1434/ 22 Maret 2013
No comments:
Post a Comment